Sabtu, 27 Februari 2010

4 Sinyal Pasangan Kecanduan Seks

Situs porno

VIVAnews - Kecanduan seks adalah kecanduan yang sulit diketahui, tetapi bukan berarti tidak bisa dikenali. Meskipun ada sebagian orang yang menganggap bahwa kecanduan seks adalah "pembenaran" dari perselingkuhan, sebenarnya kecanduan tersebut harus segera diatasi. Jika dibiarkan, tentu saja akan berdampak negatif baik secara fisik maupun psikis baik bagi yang mengalaminya maupun pasangan.

Ketahui 4 tanda seseorang kecanduan seks agar segera bisa menjalani terapi yang tepat.

1. Berjam-jam di internet

Berlama-lama di depan internet memang tidak selalu menjadi pertanda bahwa seseorang kecanduan seks. Bisa jadi malah kecanduan internet atau gila kerja. Untuk membedakannya adalah dengan melihat situs-situs apa yang dibukanya. Jika pasangan sering membuka situs porno berjam-jam dan mengacuhkan Anda, sebaiknya hati-hati. Membuka situs porno adalah hal

wajar tetapi jika terlalu sering bisa merusak hubungan.

2. Tidak bisa mengontrol

Saat berhubungan atau melihat film porno, ia sulit berhenti. Meskipun mata dan tubuhnya sudah tampak lelah. Ketidakmampuan untuk mengontrol sebuah keinginan adalah gejala dasar dari sebuah kecanduan.

3. Hasrat yang berlebihan

Ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol keinginannya untuk berhubungan seksual membuat hasratnya terlihat berlebihan. Hal ini bisa dilihat saat Anda menghabiskan waktu bersamanya di tempat ramai, tiba-tiba hasrat seksualnya muncul. Hal ini terjadi berkali-kali.

4. Berselingkuh berkali-kali

Perselingkuhan yang dilakukannya bisa menjadi pertanda. Tetapi, bedakan dengan dia memang tidak setia dengan kecanduan seks. Jika pasangan berselingkuh berkali-kali dan hanya untuk alasan seks, sebaiknya segera anjurkan dia untuk berkonsultasi dengan seksolog.

Jumat, 12 Februari 2010

Mengenal Sumber Cinta Sejati

Mengenal Sumber Cinta Sejati


- Jawaban.com -
View: 565 times

Februari, dikenal dengan bulan "Cinta" karena dikaitkan dengan Valentine. Warna pink, bunga, symbol cinta dan juga berbagai hadiah menjadi alat perwujudan cinta. Banyak orang bicara cinta sejati, dan mengharapkannya, namun tidak sedikit yang kecewa karena semua itu didapatkannya.

Bicara tentang cinta sejati, mari kita kembali pada sumber cinta sejati itu, Tuhan.

Cinta Tuhan kepada umat-Nya tidak tergantung pada situasi dan kondisi ataupun pribadi umat-Nya. Hal ini dibuktikan oleh Yesus Kristus, yang datang kedunia ini, untuk menyatakan cinta-Nya.

Cinta-Nya tidak bertambah ketika Anda sedang menggebu-gebu mengasihinya.
Dia-pun tidak membuang Anda ketika Anda berpaling dari-Nya. Yesus tetap mencintai Anda.

Kebaikan hati Anda tidak menambah cinta-Nya pada Anda.
Kelemahan Anda pun tidak mengurangi cinta-Nya.

Inilah yang dikatakan Alkitab tentang umat pilihan Tuhan :

"Kamu dicintai dan dipilih TUHAN, bukan karena kamu lebih besar dari bangsa-bangsa lain; sesungguhnya kamu adalah bangsa yang paling kecil di muka bumi." ~ Ulangan 7:7 (BIS).

Tuhan mengasihi kita karena Dia memilih untuk melakukannya, sesederhana itu.

Dia mengasihi Anda, bahkan ketika Anda merasa tidak dikasihi. Dia tetap mengasihi Anda ketika tidak seorangpun mengasihi Anda. Manusia mungkin membuang Anda, menceraikan Anda, dan mengabaikan Anda tetapi Tuhan tetap mengasihi Anda. Tidak peduli apapun yang terjadi.

Seperti firman-Nya pula di dalam kitab Nabi Hosea, bunyinya, "Yang bukan kaum-Ku itu akan Kusebutkan kaum-Ku; dan yang bukan dikasihi itu akan Kusebutkan kekasih-Ku." Roma 9:25 (TL).

Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu. Yeremia 31:3.

Kasih kita sebagai manusia tergantung pada kasih yang kita terima. Sekalipun seribu orang lewat di depan kita, perasaan kita terhadap masing-masing orang itu pasti berbeda. Cinta kita akan dipengaruhi penampilan mereka, dan kepribadiaannya. Bahkan ketika kita temukan beberapa orang yang kita sukai, perasaan kita pada mereka naik turun. Bagaimana perlakuan mereka pada kita akan menentukan sebesar apa cinta kita terhadap mereka.

Namun tidak dengan cinta Tuhan pada kita. Cinta-Nya itu lahir dari dalam hati-Nya, bukan berdasarkan apa yang Ia dapatkan dari kita. Inilah cinta sejati itu.

Untuk memiliki cinta sejati ini, melekatlah pada Dia sang Cinta itu sendiri.

Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. ~ 1 Yohanes 4:16



Sumber: Max Lucado.com

Rabu, 10 Februari 2010

Asal Kerja=Asal Ibadah=Ngasal

Asal Kerja=Asal Ibadah=Ngasal


- Jawaban.com -
View: 595 times

"Asal kerja sering kali menjadi sebuah alasan tepat untuk mengakhiri keadaan menganggur. Tanpa disadari hal tersebut telah mempengaruhi etos kerja subjek menjadi kerja asal-asalan. Hasil kerja yang hanya menjadi cemoohan karena tidak adanya totalitas dalam berkarya."- K-ray Cahyadi

Sering kali terdengar seperti ini: Seseorang bekerja di kota besar lalu pulang ke kampung, mendapati sanak saudara atau temannya menganggur di kampung. Lalu terjadi sebuah percakapan seperti ini:

Pemudik : "Mendingan kamu ikut saya kerja ke Jakarta daripada menganggur seperti ini."
Penganggur : "Kerja apa di sana?"
Pemudik : "Ya sudah asal kerja saja, toh daripada menganggur."

Dari input tenaga kerja seperti itu, terdapat dua macam hasil output yang mudah sekali dijumpai di kota-kota besar semacam Jakarta. Jenis pertama adalah mereka yang berhasil beradaptasi, membangun kemandirian, berjuang dengan gigih tanpa kenal lelah, akhirnya berhasil memetik kerja keras mereka. Sedangkan output kedua adalah para pelengkap derita, yaitu mereka yang tidak mampu beradaptasi, gagal, akhirnya mimpi mereka membentur karang realita. Para pelengkap penderita ini merasa malu untuk pulang kampung karena mereka menganggap diri mereka sebagai pecundang kehidupan. Tidak sedikit dari mereka pada akhirnya menjadi pelaku kriminal bermacam-macam tindak kejahatan. Berdasar statistik, bila kita membandingkan jumlah populasi golongan yang berhasil dengan para pelengkap derita ini jumlahnya sangat kontras dan signifikan. Para pelengkap derita lebih banyak dibandingkan mereka yang berhasil bertahan atau sukses.

Sempit atau tidak adanya lapangan pekerjaan selalu menjadi kambing hitam akan keadaan seperti ini, namun benarkah demikian? Benarkah sempitnya lapangan pekerjaan selalu menjadi satu-satunya faktor utama, dan apakah pemerintah selalu menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam keadaan jumlah pengangguran yang kronis di kota besar atau bahkan dalam tingkat yang lebih tinggi, skala nasional?

Jauh sebelum proses adaptasi dimulai sebenarnya dorongan mencari kerja saja sudah perlu dipertanyakan, "asal kerja" merupakan sebuah dorongan yang sangat bertanggungjawab pada fenomena ini. Ketika mendengar "asal kerja" secara tidak sadar penganggur tersebut sudah menganggap bahwa dirinya tidak memiliki pilihan, tentunya "tawar-menawar posisi" sudah tereliminasi secara otomatis. Padahal seharusnya tidak ada pilihan justru bisa membuat seseorang fokus dan menghasilkan hal yang besar, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Seperti kasus-kasus klasik, orang-orang yang tidak memiliki pilihan akan melakukan segala sesuatu yang mereka kerjakan dengan terpaksa. Tidak ada lagi kenikmatan dalam segala hal yang mereka kerjakan. Bila bekerja tanpa cinta, maka hasilnya tidak akan pernah maksimal. Jangan pernah berharap hasil kerja dari orang yang "asal kerja" menjadi maksimal sesuai dengan keinginan Anda, karena secara mindset pun mereka sudah berbeda dari Anda.

Bekerja haruslah dengan cinta, dengan penuh semangat, karena bekerja adalah salah satu aktualisasi diri yang esensial. Bekerja mengaktualisasikan diri bukanlah monopoli dari mereka, orang-orang di puncak piramida Maslow yang sudah terpenuhi kebutuhan material, keamanan, pengakuannya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah hak semua orang. Banyak orang salah kaprah menyatakan bahwa aktualisasi diri hanya bisa dicapai saat semua kebutuhan lain yang lebih mendasar (materi, keamanan, keamanan) sudah tercukupi. Sebenarnya saat Anda mampu mengaktualisasikan diri Anda dalam pekerjaan Anda, secara otomatis Anda pada akhirnya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lain.

Bayangkanlah jika Anda adalah Mozart, ia dikenal hidup dalam kemiskinan. Cobalah tanyakan, apakah kemiskinan menghambatnya dalam berkarya? Sebenarnya masih banyak sekali orang-orang yang dalam keterbatasan dana mampu menghasilkan karya-karya fenomenal. Mereka hanya memikirkan satu hal saja, bagaimana caranya mereka mengaktualisasikan diri mereka. Mereka mengeluarkan totalitas mereka dalam berkarya, terlepas begitu banyak keterbatasan dana, fasilitas, dan waktu. Mereka tidak bekerja asal-asalan, tetap memikirkan kepuasan hati mereka.

Oke, sepanjang itu, tapi apa korelasinya dalam kehidupan rohani? Bila Anda benar-benar mencermati, saat ini kehidupan gereja banyak mengalami kesamaan hal dengan dunia kerja. Mari cermati dialog ini:

Pemuda Gereja : Daripada nganggur di hari Minggu, mendingan kamu ikut saya saja ke gereja.
Penganggur : Mau ngapain ke gereja?
Pemuda Gereja : Yaaaa, yang penting asal gereja aja.

Maka inilah yang terjadi: orang-orang asalan tadi akhirnya tidak maksimal beribadah, mereka menganggap ibadah adalah sebuah kegiatan di hari minggu. Sementara hari biasa bukanlah ibadah.

"Karena itu demi kemuliaan Allah aku menasehatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itu adalah ibadahmu yang sejati."

Apakah Tuhan menerima ibadah yang asal-asalan? Selain itu, banyak gereja saat ini "asal". Saya mencermati beberapa gereja mengalami kemunduran-kemunduran yang begitu nyata, kehilangan visi awal mereka. Mereka saat ini cenderung condong kepada melakukan rutinitas belaka. Pelayanan yang asal-asalan, pengajaran yang asal-asalan, ibadah yang asal-asalan, hanya untuk memuaskan ego, menenangkan diri dengan membayar kewajiban di hari Minggu setelah banyak berdosa seminggu penuh, bahkan ada pendeta asal-asalan (pasti biasanya awalnya: asal jadi pendeta daripada menganggur). Hanya menyampaikan sesuatu yang enak didengar telinga mereka (cari aman). Tidak lagi ada aktualisasi iman, ibadah hanya sekedar ada, tidak lebih tidak kurang. Visipun sudah tidak lagi jelas mau kemana. Ingatlah Roh Tuhan undur dari kehidupan Imam Eli saat ia kehilangan penglihatannya (hilang visi), tidak ada kemajuan berarti (padahal katanya Tuhan adalah sumber segala pengetahuan dan kemajuan).

Gereja hanya menjadi tempat komunikasi searah, tanpa bisa menerima feedback dari jemaatnya, pengajaran tanpa arah dan tujuan yang jelas. Akhirnya waktu ibadah di gereja hanya terasa sebagai sebuah proses membuang waktu yang sia-sia akibat pengajaran yang tak berdasar dan relevan dalam kehidupan sehari-hari (terlalu mengawang-awang). Minimnya dana dan fasilitas akhirnya menjadi kambing hitam, untuk apa ibadah ‘ngotot'? Toh fasilitas dan perpuluhan yang didapat tidak memadai, padahal seharusnya kita total dalam beribadah tanpa peduli kekurangan kita. Ketika kritik datang, para pengurus membentengi diri mereka dengan "firman" taat pada otoritas. Ketaatan didendangkan bagai sebuah komoditas murahan, ketaatan pada apakah? Taat pada manusia? Taat kepada Tuhan? Atau taat pada manusia yang mengaku-aku dirinya adalah wakil Tuhan di dunia? Akhirnya seperti kasus dunia kerja di atas, jemaat ‘terpaksa' beribadah menurut cara yang didendangkan sesuai keinginan ‘otoritas', karena tereliminasinya pilihan.

Bukalah mata, bukalah telinga, waspadalah terhadap berbagai pengajaran. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik! Mengapa harus diuji? Karena kita tidak dapat menarik makna dari sebuah tanda. Makna bergantung pada konteks. Segala sesuatu yang tidak empiris* adalah sampah, dan untuk menentukan keempirisan sesuatu diperlukan pengujian. Dari apakah kita mengujinya? Buahnya! Kalau buahnya asal-asalan, dipastikan semuanya asal-asalan. Mudah bukan?

Demikianlah sedikit ulasan mengenai "asal kerja" dan korelasinya dalam dunia pergerejaan, ubahlah paradigma Anda. Aktualisasikan diri Anda, iman Anda, totalitas dalam bekerja. Perlu diingat bahwa kerja adalah sebagian dari perwujudan iman Anda. Hidup adalah ibadah, dinilai dari totalitas Anda dalam menjalani semua aspek dalam kehidupan Anda. Asal hidup tentunya menghasilkan hidup yang asal-asalan.

Resapi, renungkan dan praktekkan. Karena perubahan memerlukan tindakan. Ciao.

*empiris berarti suatu keadaan yang bergantung pada bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera.



Sumber: Cahyadi Tanujaya

Segala sesuatu yang berkaitan dengan isi dan kebenaran dari kisah di atas diluar tanggung jawab Jawaban.com

Jumat, 05 Februari 2010

Gratis Tetapi Tidak Murah

Gratis Tetapi Tidak Murah


- Jawaban.com -
View: 2021 times
Matius 16:24
"Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."


Pada awal abad 20, hiduplah seorang pria dari keluarga kaya raya se-antero Amerika Serikat yang bernama Bill Borden. Karena rasa cintanya yang besar kepada Tuhan Yesus, ia tinggalkan semua kekayaannya dan mengambil keputusan untuk menjadi misionaris ke Cina. Namun, itu tinggallah mimpi karena di Mesir, nyawanya sudah tidak ada akibat demam tinggi. Sebelum kematiannya ia menulis, "Tidak ada yang tersembunyi, tidak ada kata mundur, tidak ada penyesalan!"

Pemuridan selalu mahal. Mungkin itu tidak menuntut nyawa kita, tetapi itu akan menuntut diri kita. Itu akan menuntut rencana-rencana, kehendak, dan keinginan pribadi kita. Standar Yesus belum berubah sampai sekarang, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Matius 16:24). Kita tidak lagi berhak mengendalikan kehidupan kita sendiri, tetapi harus menyerahkannya kepada Kristus sebagai Tuhan.

Seseorang pernah berkata, "Keselamatan memang gratis, tetapi tidak murah." Itu menuntut nyawa Kristus, demikian juga itu akan menuntut kita. Namun, adakah sesuatu yang lebih besar dari keselamatan? Adakah yang lebih memuaskan dari hal itu?

Ikutilah Kristus, dan di akhir kehidupan Anda akan mampu berkata, "Tidak ada penyesalan!"

Memelihara iman kepada Kristus sampai mati adalah tanda penghargaan Anda terhadap keselamatan yang telah Dia berikan di dalam hidup Anda.



Sumber: Hope for Each Day; Billy Graham; Penerbit Metanoia

Harapan Besar

Harapan Besar


- Jawaban.com -
View: 1828 times
Mazmur 16:9
"Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram

Seorang penulis kenamaan yang pernah lahir di dunia ini Mark Twain pernah menulis, "Menjauhlah dari orang-orang yang berusaha menghalangi ambisi-ambisi Anda. Orang-orang kecil biasa melakukannya, tetapi yang benar-benar besar membuat Anda merasa bahwa Anda juga dapat menjadi besar." Bagaimanakah perasaan sebagian besar orang di sekitar Anda? Apakah mereka merasa kecil atau tidak berarti, atauhkah mereka percaya diri dan mempunyai harapan besar tentang masa depan mereka?

Kunci cara Anda memperlakukan orang lain terletak pada cara Anda berpikir tentang mereka. Itu adalah masalah sikap. Apa yang Anda percaya tersingkap dari cara Anda bertindak. Johann Wolfgang von Goethe berkata: "Perlakukanlah orang lain seperti penampilannya dan Anda akan membuatnya semakin buruk. Tetapi, perlakukanlah seseorang seolah-olah ia telah meraih potensinya, dan Anda akan menjadikan dia sebagaimana seharusnya."

Harapan mungkin adalah karunia terbesar yang dapat Anda berikan kepada orang lain. Bila orang itu gagal melihat arti dirinya sendiri, ia masih mempunyai alasan untuk tetap berusaha dan bekerja keras untuk mencapai potensi di masa depan karena apa yang Anda tunjukkan dan perkatakan telah mempengaruhi kehidupannya.

Panggilan Allah bagi Anda bukanlah menjadi orang biasa saja, melainkan menjadi orang yang menginspirasi hidup banyak orang.



Sumber: Leadership, Janji Tuhan untuk Setiap Hari; John C.Maxwell; Penerbit Immanuel