Pada
suatu hari sepasang suami istri yang baru menikah, berbulan madu di Cina. Saat
berjalan-jalan di sebuah galeri seni, mereka menemukan sebuah guci yang indah
sekali. Mereka melihat harga yang tercantum di label guci itu, tertulis angka
40.000 USD !
“Sangat
mahal” kata si istri.
“Ya,
tentu !” tiba-tiba pelayan galeri itu berkata, “Guci ini dibuat sekitar 400
tahun lalu, sangat klasik, tetapi tetap indah dan utuh, karena ia dibuat oleh
seorang maestro seni yang luar biasa, pembuatnya adalah seniman sejati, guci
yang dibuatnya selalu berkualitas tinggi dan bernilai seni tinggi, sekalipun
sudah berusia ratusan tahun.
“Tak
disangka, guci itu tiba-tiba berkata.
“Tak
tahukah kalian bahwa aku sebenarnya hanya seonggok tanah liat bau yang tak
berguna?”
Orang-orang
itu hanya melongo,
“Saat
itu tuanku menemukan aku, memukul-mukulkan aku pada sebuah papan, hingga pasir
dan kerikil dalam tubuhku keluar semua.. sakit sekali rasanya”
Sang
guci melanjutkan ceritanya.
“Tidak
hanya itu, selanjutnya ia menaruhku di atas batu yang berputar; dan dengan
segera dia memutar-mutar dan mulai mengikis dan membentuk tubuhku. Aku tidak
tahan.. pusing.. tolong hentikan.. sakit.. itu yang kuteriakkan, tetapi tuanku
hanya berkata: belum saatnya”
“Sesudah
itu dia meletakkan aku di sebuah ruangan di atas panggangan api, tahukah
kalian, betapa panasnya itu? perlahan-lahan tubuhku yang lembek dan hitam
berubah menjadi kaku dan memerah.. panas.. tolong hentikan.. itu yang
kuteriakkan, tetapi tuanku tersenyum dan hanya berkata: belum saatnya”
“Sesudah
itu, tuanku mengeluarkan dari ruangan itu, dan ia mulai menggoreskan cat-cat
pada tubuhku.. saat tubuhku masih panas dan memerah.. pedih sekali rasanya..
seluruh kulitku terasa seperti disiram api.. aku hanya bisa menangis dan
berkata.. tolong hentikan.. aku tidak kuat.. tetapi tuanku berkata: belum
saatnya”
“Sesudah
tubuhku berlumuran cat, tuanku memasukkanku lagi ke ruangan tadi dan mulai memanggangku
lagi.. kali ini panas yang kurasakan luar biasa, mungkin beberapa kali lipat
dari panas yang tadi… tolooong.. sakiiitt…. itu yang bisa kuucapkan, tetapi
tuanku hanya berkata: belum saatnya, tinggal sebentar lagi”
“Setelah
beberapa jam di panggangan itu, aku mulai melihat kulitku perlahan-lahan mulai
memutih dan sangat keras.. lebih keras dari sebelumnya.. sakit dari sekujur
tubuhku aku rasakan. Perlahan-lahan tuanku mengeluarkan aku dari ruangan itu..
membersihkan tubuhku dengan lap sutra dan memberiku tempat di atas sebuah meja
yang indah..”
“Beberapa
hari kemudian, sakitku mulai hilang, dan ajaib, aku merasa sangat kuat.
Perlahan-lahan aku mulai sadar, bahwa aku telah berubah menjadi guci yang
sangat cantik, seorang raja bersedia membeliku dengan harga yang sangat tinggi”
“Semenjak
itu, aku tidak pernah bertemu dengan tuanku lagi, tetapi yang aku tahu,
semenjak raja itu membeliku, aku selalu berada di tempat yang indah dan tinggi,
agar semua orang bisa melihatku, semua orang bangga dapat memiliki dan melihat
aku, aku pun yakin kalian semua pasti ingin berfoto didekatku. Dulu, pernah ada
dua kerajaan bertempur cuma gara-gara memperebutkan aku…”
“Oohh
betapa bahagianya aku, seandainya bisa bertemu dengan tuanku sekali lagi.. aku
ingin mengucapkan terima kasih.. akan karyanya yang sangat indah di hidupku”
(Dari
“A Cup of Tea at Afternoon”; author: unknown)