Minggu, 16 November 2014

Gerakan Dukung Ahok Jadi Gubernur DKI

JAKARTA, KOMPAS.com — Gerakan mendukung Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur DKI Jakarta muncul pada hari bebas kendaraan bermotor atau car free day (CFD) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (16/11/2014). Setidaknya ada dua kelompok yang menggalang dukungan untuk pria yang akrab disapa Ahok itu.
Kelompok pertama mengatasnamakan Barisan Relawan Indonesia. Relawan yang dimotori oleh Jeffri Sondakh ini menggalang dukungan dengan mengumpulkan tanda tangan warga yang tengah berolahraga. Sudah tiga kali kegiatan serupa ia gelar bersama teman-temannya.
"Ada sepuluh spanduk dari tiga kali kegiatan tiap minggu di CFD ini. Rencananya, Senin (17/11/2014), akan kami serahkan dukungan ini kepada Pak Ahok (Basuki) di Balai Kota," kata Jeffri kepada wartawan di lokasi, Minggu.
Ia mengaku senang atas antusiasme warga Jakarta yang ikut menandatangani dan menuliskan kalimat positif kepada Basuki. Hal itu, lanjut dia, menunjukkan warga Jakarta sudah pintar dan tidak terpengaruh dengan isu SARA yang diarahkan kepada Ahok.
Jeffri yang sudah mendukung Ahok sejak menjadi calon Wakil Gubernur DKI pada Pilkada 2012 itu meyakini bahwa Ahok mampu membawa pembaruan bagi Ibu Kota.
"Jakarta yang bebas korupsi, menerapkan revolusi mental untuk kinerja aparatur setempat. Ketika Jokowi menjadi presiden, keinginan kami tercapai dan sekarang saatnya menyukseskan Ahok jadi gubernur," kata Jeffri.
Ia mengaku akan terus mendukung langkah Ahok membangun Jakarta Baru hingga dua periode. Basuki, menurut Jeffri, telah memberi contoh seorang pejabat yang bekerja dan memprioritaskan pelayanan kepada warganya.
"Untuk orang-orang yang tidak ingin Ahok jadi gubernur, berarti orang itu pro-korupsi dan pro-Jakarta untuk 'dipisah-pisahkan'. Kita ini hidup Bhinneka Tunggal Ika," ujar dia.
Sekelompok warga lainnya juga mendukung Basuki menjadi gubernur DKI dengan membentangkan spanduk di Bundaran HI. Mereka menamakan diri Relawan Ahok DKI 1.
Dalam aksinya, mereka membentangkan dua spanduk sepanjang 1,5 x 5 meter di air mancur Bundaran HI. Satu spanduk bergambar Basuki mengenakan seragam kepala daerah berwarna putih dan bertuliskan "Basuki Tjahaja Purnama Menerangi Jakarta". Spanduk lain bertuliskan "Lawan Isu SARA, Jakarta Religius, Damai, Aman, dan Nyaman".
Aksi mereka menarik perhatian warga Jakarta yang sedang melintas. Warga secara bergantian mengambil gambar sambil memegang spanduk tersebut.
Pada Jumat (14/11/2014), DPRD DKI telah mengumumkan Basuki menjadi gubernur DKI Jakarta. DPRD telah melayangkan surat rekomendasi pelantikan Basuki menjadi gubernur kepada Kementerian Dalam Negeri.
Empat pimpinan DPRD tidak menghadiri rapat paripurna istimewa tersebut, yakni Mohamad Taufik, Triwisaksana, Ferrial Sofyan, dan Abraham Lunggana. Selain itu, para anggota Dewan yang berasal dari fraksi partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) juga kompak tidak menghadiri rapat paripurna.
Adapun anggota Dewan yang hadir berjumlah 47 orang, yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Nasdem, dan Fraksi PKB.

Berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 203 tentang pemerintahan daerah, wakil kepala daerah berhak mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan oleh kepala daerah. Maka dari itu, Basuki berhak menjadi kepala daerah menggantikan Jokowi hingga akhir masa jabatan pada 2017 mendatang.

Jumat, 17 Oktober 2014

PNS DKI BERPESTA PUTAU

Image By: Google


JAKARTA, KOMPAS.com - Jajaran Kepolisian Polsek Kemayoran membekuk dua pria berinisial HK (53) dan AG (41), di Jalan Sumur Batu, Gang Lancar, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Kamis (16/10/2014) sekitar pukul 00.30 WIB. Didapati barang bukti berupa narkoba jenis putau seberat 0,25 gram dari tangan para pelaku.

Menurut Kapolsek Kemayoran, Kompol Suyud, awal mula ditangkapnya pelaku lantaran adanya informasi warga sekitar. Diketahui, aksi AG dan HK tengah menggunakan narkoba di rumah AG.

"Beberapa warga sering melihat rekan AG ini datang ke rumahnya. Salah seorang warga atau saksi curiga dan melihat kedua orang itu sedang asik pesta narkoba. Saat itulah warga itu langsung menghubungi kami," terang Suyud.

Menurut Suyud, AG dan HK diketahui bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), yang masih menjabat sebagai salah satu staf di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur. Kedua tersangka ini akhirnya dibekuk tanpa perlawanan saat empat petugas kepolisian berpakaian preman membekuknya.

Kedua pelaku dikenai Pasal 112 (1) Junto Pasal 132 UU No 35 tahun 2009, tentang narkotika. "Ancaman hukuman untuk kedua tersangka ini, minimun 4 tahun dan maksimun 12 tahun," tegasnya.

Untuk mengetahui barang yang haram yang diperoleh pelaku, hingga kini, kata Suyud, kedua pelaku masih dalam pemeriksaan lebih lanjut. Selain itu, hingga kini status kedua tersangka masih aktif bekerja sebagai PNS.

"Dipecat atau belum saya belum tahu, yang pasti kedua pelaku sudah kami tangkap. Untuk mengetahui barang itu di mana mereka peroleh, masih dalam pemeriksaan kepolisian," tutup Suyud.

Selasa, 30 September 2014

Tangkap Jokowi! "teriak ibu-ibu"



JAKARTA, KOMPAS.com - Belasan perempuan paruh baya yang tergabung dalam komunitas Progress 1998 beraksi di depan gedung Kejaksaan Agung RI, Jalan Sultan Hasanuddin No 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (30/9/2014).

Mereka menuntut Kejagung untuk menangkap Gubernur DKI Joko Widodo terkait kasus korupsi pengadaan bus transjakarta berkarat. Dengan berpakaian serba hitam dan berpayung hitam, di bawah terik matahari, para ibu menggantungkan pakaian dalam di pagar kantor Kejagung.

Mereka juga menggantungkan pakaian dalam di payung masing-masing. Beraneka macam warna, model, dan ukuran tergantung di pagar Kejagung yang menghadap ke arah terminal Blok M. [Baca: Jokowi: Disuruh Beli Sabun Wangi, Malah Beli Sabun Colek...]

"Seragam yang mereka (jaksa) pakai itu uang rakyat, tetapi mereka malah melindungi Jokowi dan kasusnya hanya sampai ke kepala dinas. Kalau kayak gitu, mending pakai BH saja," kata juru bicara aksi Ahmad Hasni di tengah-tengah aksi. [Baca: Kejagung Takkan Panggil Jokowi]

Hasni menuturkan bahwa pakaian dalam tersebut sama dengan jumlah ibu yang mengikuti aksi ini. Selain belasan ibu, ada beberapa pria, anggota Progress 1998, juga yang ikut dalam demo ini. [Baca: Kejagung Tak Temukan Bukti Keterlibatan Jokowi pada Kasus Transjakarta]

"Kejagung melindungi Jokowi. Bapak biarkan Jokowi dan antek-anteknya makan uang. Kami menghendaki Jokowi masuk penjara. Tidak ada tebang pilih," kata seorang ibu dalam orasinya.

Jumat, 26 September 2014

BeYe & Partai Bunglon

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai, pilihan sikap Demokrat dalam sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah terkesan mendua. Di satu sisi, menurut Ari, menyuarakan penolakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, tetapi di sisi lain memilih walkout saat voting.

"Andai saja fraksi Demokrat tetap berada di ruangan dan bersatu bersama-sama penentang usulan pilkada melalui DPR, maka arus kemenangan demokrasi masih terbuka lebar. Saya semakin ragu dengan komitmen SBY dan Demokrat terhadap aspirasi rakyat yang tetap menghendaki pilkada tetap dilaksanakan langsung," kata Ari, kepada Kompas.com, Jumat (26/9/2014).

"SBY terkesan bermain mata, di satu sisi ingin mengesankan sebagai pembela demokrasi namun di sisi lain sebagai penumpas demokrasi," lanjut Ari.

Ari mengatakan, sebenarnya Demokrat bisa mengajukan usulan perbaikan pilkada langsung melalui turunan undang-undang atau peraturan teknis lainnya. "Bukan memilih sikap tidak bertanggung jawab dengan memilih walkout. Ada kesenjangan yang lebar antara retorika SBY yang menolak pilkada lewat DPRD di Youtube dengan sikap pilihan politik fraksi Demokrat. Sikap ini saya sebut dengan bunglon," papar pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini.

Dengan sikap ini, lanut Ari, publik publik akan semakin mahfum dan jelas dengan maksud "penyeimbang" dan "netral" yang selama ini digembar-gemborkan SBY dan Demokrat sebagai sikap politik SBY dan Demokrat.nya.

"Kini sikap penyeimbang dan netral dari Demokrat semakin jelas sebagai sikap politik yang tidak tegas, tidak jelas, plin-plan dan ragu-ragu. Karakter ragu-ragu dari SBY kini menjadi semakin terpatri dalam-dalam di sejarah demokrasi kita. Sikap Gede Pasek dan lima rekannya di Fraksi Demokrat yang tidak mengikuti rekan-rekannya untuk walkout justru harus menjadi teladan bagi SBY dan kader-kader Demokrat lainnya bahwa komitmen demokrasi harus ditunjukkan dan diperjuangkan. Bukan untuk pencitraan atau mengesankan sebagai kampiun demokrasi," kata Ari.

Demokrat walkoutSebelumnya, pada sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada, Jumat (26/9/2014) dini hari,  Demokrat meminta ada opsi ketiga sebagai pilihan voting dalam pengambilan keputusan. Opsi ketiga itu adalah, pilkada langsung dengan 10 syarat yang diajukan Demokrat. Sementara, dua opsi lainnya, opsi pilkada langsung dan tidak langsung.

Permintaan Demokrat didukung tiga fraksi yang mendukung pilkada langsung yaitu PDI Perjuangan, Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Ketiga fraksi ini meminta pimpinan sidang paripurna yang di bawah kendali Priyo Budi Santoso, untuk meloloskan permintaan Demokrat.

Mendapatkan dukungan ini, Demokrat yang diwakili Benny K Harman justru menunjukkan ekspresi terkejut. Kemudian, Demokrat memilih sikap walkout dengan alasan pimpinan sidang tak memenuhi permintaannya untuk memuat opsi ketiga.

Anggota Fraksi PDI-P Yasona H Laoly menduga, skenario yang dilakukan Demokrat bagian dari rekayasa politik kelompok yang menginginkan pilkada melalui DPRD. PDI-P merasa ditipu, karena dalam forum lobi, dukungan telah disampaikan kepada Demokrat dan menjadi bagian dari hasil lobi.

Hasil voting, sebanyak 226 anggota DPR yang berasal dari fraksi partai Koalisi Merah Putih mendukung pemilihan tidak langsung, sementara anggota DPR yang mendukung pilkada langsung 135 orang. Ada pun, 142 anggota Fraksi Demokrat dinyatakan abstain. Meski Demokrat walkout, ada 6 orang anggotanya yang bertahan dan memilih mendukung opsi pilkada langsung.

Berikut rincian hasil voting pengesahan RUU Pilkada
* Opsi 1: Pilkada Langsung
Demokrat (6); Golkar (11); PDI-P (88); PKB (20); Hanura (10)

* Opsi 2: Pilkada Tidak Langsung
Golkar (73); PKS (55); PAN (44); PPP (32); Gerindra (22)

Abstain:
Demokrat (142)

Kamis, 25 September 2014

FPI, LULUNG vs AHOK


JAKARTA, KOMPAS.com — Sikap Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang berani terhadap siapa pun yang melawan konstitusi ternyata menimbulkan kekhawatiran bagi orang-orang terdekatnya. Tak terkecuali sang istri, Veronica Tan, dan pendeta Basuki di gereja.

Di hadapan para lurah, camat, anggota babinsa, dan babinkamtibmas pada silaturahim sinergi tiga pilar di GOR Soemantri Brojonegoro, Kamis (25/9/2014) ini, pria yang akrab disapa Ahok itu bercerita soal kekhawatiran yang dirasakan dua orang terdekatnya itu.

 
"Suatu hari, pendeta saya pernah memanggil saya. Pak pendeta bilang agar saya tidak terlalu berani (bicara dan mengambil kebijakan) di DKI," cerita Ahok. 
 
"Istri saya juga baru tadi pagi menegur saya untuk jangan terlalu (blakblakan), ya begitulah," lanjut dia.
 
Kemudian, Ahok mengatakan, jutaan warga menginginkan dapat menjabat sebagai wagub DKI. Saat ini, Basuki menjadi pihak yang paling beruntung karena mencapai posisi itu dan sebentar lagi akan naik jabatan dan dilantik menjadi gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo.

Oleh karena itu, ia harus menerima segala risiko yang ada, termasuk melawan semua pihak yang menolaknya menjadi gubernur DKI. Sebab, naiknya dia menjadi gubernur DKI itu telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

"Bagaimana mau hidup kalau hanya takut kepada sekelompok orang? Ya sudahlah ini nasib, tidak ada pilihan lagi. Kalau saya terbunuh, berarti sudah digariskan Tuhan. Minimal asuransi untuk keluarga kan sudah cukup karena nanti yang repot itu keluarga yang ditinggal mati. Kalau kitanya yang mati mah tinggal lewat saja. Ha-ha-ha...," cerita Ahok diiringi tawa berderai. 
 

Pada Rabu kemarin, Ahok didemo oleh Front Pembela Islam (FPI) dan kelompok massa lainnya yang menolaknya menjadi gubernur DKI.

Basuki menyadari dia adalah warga "triple minority" di Ibu Kota sehingga jika ia naik menjadi gubernur DKI, akan banyak pertentangan dan gesekan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, ia meminta bantuan kerja sama dari Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya untuk menjaga kondisi Jakarta selalu kondusif. Ke depannya, lanjut dia, akan banyak pihak yang coba memecah belah bangsa Indonesia dengan mengangkat isu suku agama ras dan antargolongan (SARA).

"Misalnya, ada yang bilang kalau saya melarang penyembelihan hewan kurban di sini dan mereka bilang, 'Inilah akibat kafir yang memimpin Jakarta'. Isu-isu ini gampang dimainkan oleh sekelompok orang yang sudah kehilangan lahan rezeki mereka. Kami harapkan situasi seperti ini yang sudah bisa diantisipasi dari awal," pungkas Basuki diiringi tepuk tangan para undangan.

Kamis, 18 September 2014

KESAKSIAN AHOK


Saya lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, di Belitung Timur, di dalam keluarga yang belum percaya kepada Tuhan. Beruntung sekali sejak kecil selalu dibawa ke Sekolah Minggu oleh kakek saya. Meskipun demikian, karena orang tua saya bukan seorang Kristen, ketika beranjak dewasa saya jarang ke gereja.

Saya melanjutkan SMA di Jakarta dan di sana mulai kembali ke gereja karena sekolah itu merupakan sebuah sekolah Kristen. Saat saya sudah menginjak pendidikan di Perguruan Tinggi, Mama yang sangat saya kasihi terserang penyakit gondok yang mengharuskan dioperasi. Saat itu saya walaupun sudah mulai pergi ke gereja, tapi masih suka bolos juga. Saya kemudian mengajak Mama ke gereja untuk didoakan, dan mujizat terjadi. Mama disembuhkan oleh-Nya! Itu merupakan titik balik kerohanian saya. Tidak lama kemudian Mama kembali ke Belitung, adapun saya yang sendiri di Jakarta mulai sering ke gereja mencari kebenaran akan Firman Tuhan.

Suatu hari, saat kami sedang sharing di gereja pada malam Minggu, saya mendengar Firman Tuhan dari seorang penginjil yang sangat luar biasa. Ia mengatakan bahwa Yesus itu kalau bukan Tuhan pasti merupakan orang gila. Mana ada orang yang mau menjalankan sesuatu yang sudah jelas tidak mengenakan bagi dia? Yesus telah membaca nubuatan para nabi yang mengatakan bahwa Ia akan menjadi Raja, tetapi Raja yang mati di antara para penjahat untuk menyelamatkan umat manusia, tetapi Ia masih mau menjalankannya! Itu terdengar seperti suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi bagi saya merupakan sebuah jawaban untuk alasan saya mempercayai Tuhan. Saya selalu berdoa “Tuhan, saya ingin mempercayai Tuhan, tapi saya ingin sebuah alasan yang masuk akal, cuma sekedar rasa doang saya tidak mau," dan Tuhan telah memberikan PENCERAHAN kepada saya pada hari itu. Sejak itu saya semakin sering membaca Firman Tuhan dan saya mengalami Tuhan.

Setelah saya menamatkan pendidikan dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi pada tahun 1989, saya pulang kampung dan menetap di Belitung. Saat itu Papa sedang sakit dan saya harus mengelola perusahaannya. Saya takut perusahaan Papa bangkrut, dan saya berdoa kepada Tuhan. Firman Tuhan yang pernah saya baca yang dulunya tidak saya mengerti, tiba-tiba menjadi rhema yang menguatkan dan mencerahkan, sehingga saya merasakan sebuah keintiman dengan Tuhan. Sejak itu saya kerajingan membaca Firman Tuhan. Seiring dengan itu, ada satu kerinduan di hati saya untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung. 

Papa saat masih belum percaya Tuhan pernah mengatakan, “Kita enggak mampu bantu orang miskin yang begitu banyak. Kalau satu milyar kita bagikan kepada orang akhirnya akan habis juga.” Setelah sering membaca Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa charity berbeda dengan justice. Charity itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. Sedangkan justice, kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang dirampok dan dianiaya. Hal ini yang memicu saya untuk memasuki dunia politik.

Pada awalnya saya juga merasa takut dan ragu-ragu mengingat saya seorang keturunan yang biasanya hanya berdagang. Tetapi setelah saya terus bergumul dengan Firman Tuhan, hampir semua Firman Tuhan yang saya baca menjadi rhema tentang justice. Termasuk di Yesaya 42 yang mengatakan Mesias membawa keadilan, yang dinyatakan di dalam sila kelima dalam Pancasila. Saya menyadari bahwa panggilan saya adalah justice. Berikutnya Tuhan bertanya, "Siapa yang mau Ku-utus?" Saya menjawab, “Tuhan, utuslah aku" 

Di dalam segala kekuatiran dan ketakutan, saya menemukan jawaban Tuhan di Yesaya 41. Di situ jelas sekali dibagi menjadi 4 perikop. Di perikop yang pertama, untuk ayat 1-7, disana dikatakan Tuhan membangkitkan seorang pembebas. Di dalam Alkitab berbahasa Inggris yang saya baca (The Daily Bible – Harvest House Publishers), ayat 1-4 mengatakan God’s providential control, jadi ini semua berada di dalam kuasa pengaturan Tuhan, bukan lagi manusia. Pada ayat 5-10 dikatakan Israel specially chosen, artinya Israel telah dipilih Tuhan secara khusus. Jadi bukan saya yang memilih, tetapi Tuhan yang telah memilih saya. Pada ayat 11-16 dikatakan nothing to fear, saya yang saat itu merasa takut dan gentar begitu dikuatkan dengan ayat ini. Pada ayat 17-20 dikatakan needs to be provided, segala kebutuhan kita akan disediakan oleh-Nya. Perikop yang seringkali hanya dibaca sambil lalu saja, bisa menjadi rhema yang menguatkan untuk saya. Sungguh Allah kita luar biasa.

Di dalam berpolitik, yang paling sulit itu adalah kita berpolitik bukan dengan merusak rakyat, tetapi dengan mengajar mereka. Maka saya tidak pernah membawa makanan, membawa beras atau uang kepada rakyat. Tetapi saya selalu mengajarkan kepada rakyat untuk memilih pemimpin: yang pertama, bersih yang bisa membuktikan hartanya dari mana. Yang kedua, yang berani membuktikan secara transparan semua anggaran yang dia kelola. Dan yang ketiga, ia harus profesional, berarti menjadi pelayan masyarakat yang bisa dihubungi oleh masyarakat dan mau mendengar aspirasi masyarakat. Saya selalu memberi nomor telepon saya kepada masyarakat, bahkan saat saya menjabat sebagai bupati di Belitung. Pernah satu hari sampai ada seribu orang lebih yang menghubungi saya, dan saya menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu secara pribadi. Tentu saja ada staf yang membantu saya mengetik dan menjawabnya, tetapi semua jawaban langsung berasal dari saya.

Pada saat saya mencalonkan diri menjadi Bupati di Belitung juga tidak mudah. Karena saya merupakan orang Tionghoa pertama yang mencalonkan diri di sana. Dan saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan bahkan cacian, persis dengan cerita yang ada pada Nehemia 4, saat Nehemia akan membangun tembok di atas puing-puing di tembok Yerusalem.

Hari ini saya ingin melayani Tuhan dengan membangun di Indonesia, supaya 4 pilar yang ada, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya wacana saja bagi Proklamator bangsa Indonesia, tetapi benar-benar menjadi pondasi untuk membangun rumah Indonesia untuk semua suku, agama dan ras. Hari ini banyak orang terjebak melihat realita dan tidak berani membangun. Hari ini saya sudah berhasil membangun itu di Bangka Belitung. Tetapi apa yang telah saya lakukan hanya dalam lingkup yang relatif kecil. Kalau Tuhan mengijinkan, saya ingin melakukannya di dalam skala yang lebih besar.

Saya berharap, suatu hari orang memilih Presiden atau Gubernur tidak lagi berdasarkan warna kulit, tetapi memilih berdasarkan karakter yang telah teruji benar-benar bersih, transparan, dan profesional. Itulah Indonesia yang telah dicita-citakan oleh Proklamator kita, yang diperjuangkan dengan pengorbanan darah dan nyawa. Tuhan memberkati Indonesia dan Tuhan memberkati Rakyat Indonesia.