JAKARTA, KOMPAS.com
- Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai, pilihan sikap
Demokrat dalam sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang
Pemilihan Kepala Daerah terkesan mendua. Di satu sisi, menurut Ari,
menyuarakan penolakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, tetapi di
sisi lain memilih walkout saat voting.
"Andai saja fraksi Demokrat tetap berada di ruangan dan bersatu bersama-sama penentang usulan pilkada melalui DPR, maka arus kemenangan demokrasi masih terbuka lebar. Saya semakin ragu dengan komitmen SBY dan Demokrat terhadap aspirasi rakyat yang tetap menghendaki pilkada tetap dilaksanakan langsung," kata Ari, kepada Kompas.com, Jumat (26/9/2014).
"SBY terkesan bermain mata, di satu sisi ingin mengesankan sebagai pembela demokrasi namun di sisi lain sebagai penumpas demokrasi," lanjut Ari.
Ari mengatakan, sebenarnya Demokrat bisa mengajukan usulan perbaikan pilkada langsung melalui turunan undang-undang atau peraturan teknis lainnya. "Bukan memilih sikap tidak bertanggung jawab dengan memilih walkout. Ada kesenjangan yang lebar antara retorika SBY yang menolak pilkada lewat DPRD di Youtube dengan sikap pilihan politik fraksi Demokrat. Sikap ini saya sebut dengan bunglon," papar pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini.
Dengan sikap ini, lanut Ari, publik publik akan semakin mahfum dan jelas dengan maksud "penyeimbang" dan "netral" yang selama ini digembar-gemborkan SBY dan Demokrat sebagai sikap politik SBY dan Demokrat.nya.
"Kini sikap penyeimbang dan netral dari Demokrat semakin jelas sebagai sikap politik yang tidak tegas, tidak jelas, plin-plan dan ragu-ragu. Karakter ragu-ragu dari SBY kini menjadi semakin terpatri dalam-dalam di sejarah demokrasi kita. Sikap Gede Pasek dan lima rekannya di Fraksi Demokrat yang tidak mengikuti rekan-rekannya untuk walkout justru harus menjadi teladan bagi SBY dan kader-kader Demokrat lainnya bahwa komitmen demokrasi harus ditunjukkan dan diperjuangkan. Bukan untuk pencitraan atau mengesankan sebagai kampiun demokrasi," kata Ari.
Demokrat walkoutSebelumnya, pada sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada, Jumat (26/9/2014) dini hari, Demokrat meminta ada opsi ketiga sebagai pilihan voting dalam pengambilan keputusan. Opsi ketiga itu adalah, pilkada langsung dengan 10 syarat yang diajukan Demokrat. Sementara, dua opsi lainnya, opsi pilkada langsung dan tidak langsung.
Permintaan Demokrat didukung tiga fraksi yang mendukung pilkada langsung yaitu PDI Perjuangan, Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Ketiga fraksi ini meminta pimpinan sidang paripurna yang di bawah kendali Priyo Budi Santoso, untuk meloloskan permintaan Demokrat.
Mendapatkan dukungan ini, Demokrat yang diwakili Benny K Harman justru menunjukkan ekspresi terkejut. Kemudian, Demokrat memilih sikap walkout dengan alasan pimpinan sidang tak memenuhi permintaannya untuk memuat opsi ketiga.
Anggota Fraksi PDI-P Yasona H Laoly menduga, skenario yang dilakukan Demokrat bagian dari rekayasa politik kelompok yang menginginkan pilkada melalui DPRD. PDI-P merasa ditipu, karena dalam forum lobi, dukungan telah disampaikan kepada Demokrat dan menjadi bagian dari hasil lobi.
Hasil voting, sebanyak 226 anggota DPR yang berasal dari fraksi partai Koalisi Merah Putih mendukung pemilihan tidak langsung, sementara anggota DPR yang mendukung pilkada langsung 135 orang. Ada pun, 142 anggota Fraksi Demokrat dinyatakan abstain. Meski Demokrat walkout, ada 6 orang anggotanya yang bertahan dan memilih mendukung opsi pilkada langsung.
Berikut rincian hasil voting pengesahan RUU Pilkada
* Opsi 1: Pilkada Langsung
Demokrat (6); Golkar (11); PDI-P (88); PKB (20); Hanura (10)
* Opsi 2: Pilkada Tidak Langsung
Golkar (73); PKS (55); PAN (44); PPP (32); Gerindra (22)
Abstain:
Demokrat (142)
"Andai saja fraksi Demokrat tetap berada di ruangan dan bersatu bersama-sama penentang usulan pilkada melalui DPR, maka arus kemenangan demokrasi masih terbuka lebar. Saya semakin ragu dengan komitmen SBY dan Demokrat terhadap aspirasi rakyat yang tetap menghendaki pilkada tetap dilaksanakan langsung," kata Ari, kepada Kompas.com, Jumat (26/9/2014).
"SBY terkesan bermain mata, di satu sisi ingin mengesankan sebagai pembela demokrasi namun di sisi lain sebagai penumpas demokrasi," lanjut Ari.
Ari mengatakan, sebenarnya Demokrat bisa mengajukan usulan perbaikan pilkada langsung melalui turunan undang-undang atau peraturan teknis lainnya. "Bukan memilih sikap tidak bertanggung jawab dengan memilih walkout. Ada kesenjangan yang lebar antara retorika SBY yang menolak pilkada lewat DPRD di Youtube dengan sikap pilihan politik fraksi Demokrat. Sikap ini saya sebut dengan bunglon," papar pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini.
Dengan sikap ini, lanut Ari, publik publik akan semakin mahfum dan jelas dengan maksud "penyeimbang" dan "netral" yang selama ini digembar-gemborkan SBY dan Demokrat sebagai sikap politik SBY dan Demokrat.nya.
"Kini sikap penyeimbang dan netral dari Demokrat semakin jelas sebagai sikap politik yang tidak tegas, tidak jelas, plin-plan dan ragu-ragu. Karakter ragu-ragu dari SBY kini menjadi semakin terpatri dalam-dalam di sejarah demokrasi kita. Sikap Gede Pasek dan lima rekannya di Fraksi Demokrat yang tidak mengikuti rekan-rekannya untuk walkout justru harus menjadi teladan bagi SBY dan kader-kader Demokrat lainnya bahwa komitmen demokrasi harus ditunjukkan dan diperjuangkan. Bukan untuk pencitraan atau mengesankan sebagai kampiun demokrasi," kata Ari.
Demokrat walkoutSebelumnya, pada sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada, Jumat (26/9/2014) dini hari, Demokrat meminta ada opsi ketiga sebagai pilihan voting dalam pengambilan keputusan. Opsi ketiga itu adalah, pilkada langsung dengan 10 syarat yang diajukan Demokrat. Sementara, dua opsi lainnya, opsi pilkada langsung dan tidak langsung.
Permintaan Demokrat didukung tiga fraksi yang mendukung pilkada langsung yaitu PDI Perjuangan, Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Ketiga fraksi ini meminta pimpinan sidang paripurna yang di bawah kendali Priyo Budi Santoso, untuk meloloskan permintaan Demokrat.
Mendapatkan dukungan ini, Demokrat yang diwakili Benny K Harman justru menunjukkan ekspresi terkejut. Kemudian, Demokrat memilih sikap walkout dengan alasan pimpinan sidang tak memenuhi permintaannya untuk memuat opsi ketiga.
Anggota Fraksi PDI-P Yasona H Laoly menduga, skenario yang dilakukan Demokrat bagian dari rekayasa politik kelompok yang menginginkan pilkada melalui DPRD. PDI-P merasa ditipu, karena dalam forum lobi, dukungan telah disampaikan kepada Demokrat dan menjadi bagian dari hasil lobi.
Hasil voting, sebanyak 226 anggota DPR yang berasal dari fraksi partai Koalisi Merah Putih mendukung pemilihan tidak langsung, sementara anggota DPR yang mendukung pilkada langsung 135 orang. Ada pun, 142 anggota Fraksi Demokrat dinyatakan abstain. Meski Demokrat walkout, ada 6 orang anggotanya yang bertahan dan memilih mendukung opsi pilkada langsung.
Berikut rincian hasil voting pengesahan RUU Pilkada
* Opsi 1: Pilkada Langsung
Demokrat (6); Golkar (11); PDI-P (88); PKB (20); Hanura (10)
* Opsi 2: Pilkada Tidak Langsung
Golkar (73); PKS (55); PAN (44); PPP (32); Gerindra (22)
Abstain:
Demokrat (142)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you have visited