1. Apa itu ULB?
ULB adalah singkatan dari Utusan Lintas Budaya. Pada prinsipnya, ULB sama dengan misionaris, yaitu seseorang yang memiliki peran dan tugas untuk memberitakan Injil kepada suku-suku bangsa yang belum percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat. Disebut lintas budaya karena utusan melayani di tengah bangsa atau suku yang berbeda bahasa, budaya, bahkan keyakinan.
Sesuai dengan perintah Yesus yang kita kenal dengan sebutan amanat agung. Pergi ke berbagai daerah bahkan sampai ke ujung bumi untuk mewartakan kabar baik kepada mereka.
“Sebab itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Matius 28:19-20)
2. Mengapa Mau Menjadi ULB?
Saya percaya tujuan penciptaan manusia adalah hidup bagi Allah dengan melaksanakan Amanat Agung. Jika saya taat melakukan Amanat Agung, artinya saya sedang berjalan dalam tujuan Ilahi Allah. Sebaliknya, jika saya mengabaikannya, berarti saya melenceng dari tujuan-Nya.
Sejak 28 Oktober 2008, saya menerima nubuatan melalui para penatua: untuk menyelamatkan anak-anak di pedalaman. Saat itu saya belum tahu di mana tempatnya. Saya terus berdoa agar Tuhan memperjelas panggilan tersebut.
Alasan saya mau menjadi ULB sederhana namun sangat mendalam:
* Karena kasih Kristus menguasai saya (2 Korintus 5:14).
* Karena setiap jiwa berharga di hadapan Allah (Yohanes 3:16).
* Karena Injil adalah kabar baik yang harus sampai “sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8).
Pada 30 Oktober 2018, Tuhan menjawab doa itu. Kami sekeluarga diutus melayani suku Tau Ta’a di pedalaman Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Sampai dengan hari ini, kami sekeluarga masih setia menjalani panggilan tersebut dengan hati yang tulus. Itu semua hanya oleh kasih karunia Allah.
3. Kesulitan dan Tantangan sebagai ULB
Pelayanan misi bukanlah jalan mudah, melainkan sering disebut sebagai pelayanan penderitaan. Seorang ULB harus meninggalkan zona nyaman, pergi ke tempat asing, dan menghadapi berbagai keterbatasan.
Selama 7 tahun di ladang misi, kami menghadapi banyak tantangan, antara lain:
Keterbatasan logistik. Pernah kami tidak memiliki makanan, tetapi Tuhan mengirim 15 kg beras melalui seseorang pada saat yang tepat.
Kesehatan keluarga. Anak kami, Diandra (usia 5 bulan), pernah tidak bernapas akibat step, tetapi Tuhan memulihkannya. Anak kami David (usia 3 tahun), diare parah saat obat sangat terbatas, tetapi Tuhan menyembuhkannya.
Perbedaan budaya. Hidup di tengah masyarakat yang berbeda bahasa, makanan, dan kebiasaan membutuhkan proses adaptasi panjang. Tidak jarang muncul kesalahpahaman atau bahkan penolakan.
Kesendirian dan keterasingan. Tinggal jauh dari keluarga besar dan kota besar sering menimbulkan rasa sepi. Tetapi kami belajar bahwa hadirat Tuhan adalah rumah kami.
Namun di balik semua itu, kami menyaksikan kebenaran firman Tuhan:
“Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:20).
“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” (2 Korintus 12:9).
Kesulitan itu ternyata menjadi alat pembentukan Allah. Kami belajar iman, kesabaran, dan ketaatan. Kami melihat bagaimana Allah sungguh hidup dan nyata kasih dan kuasa-Nya saat kami mengerjakan amanat agung.
4. Dorongan untuk Jemaat dan Sahabat Misi
Misi bukan hanya tugas segelintir orang saja. Misi adalah hati Bapa di surga. Artinya misi sudah menjadi panggilan bagi setiap orang percaya. Ada banyak cara kita terlibat dalam pekerjaan Allah ini:
* Pergi – menjadi utusan yang benar-benar terjun ke ladang misi. Tidak semua orang dipanggil untuk pergi ke tempat jauh, tetapi semua orang bisa berkata, “Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8).
* Berdoa – doa adalah senjata utama misi. Doakan utusan, doakan jiwa-jiwa, doakan agar kuasa kegelapan dikalahkan dan terang Kristus masuk ke setiap hati (Kolose 4:2-3).
* Memberi – dukungan finansial dan materi menjadi bentuk nyata partisipasi. Rasul Paulus sendiri menerima dukungan jemaat untuk misinya (Filipi 4:15-16). Dengan memberi, kita ikut menabur dalam pekerjaan Injil.
* Mengutus dan mendukung – gereja lokal memiliki peran strategis untuk mengutus, menopang, dan mendoakan utusan lintas budaya. Tanpa gereja yang peduli misi, pekerjaan Tuhan akan terhambat.
* Membagikan Injil di sekitar kita – misi bukan hanya jauh, tetapi juga dekat. Di keluarga, di sekolah, di tempat kerja, bahkan di lingkungan sekitar, kita adalah saksi Kristus (Kisah Para Rasul 1:8). Hati tanpa Kristus adalah ladang misi sedangkan hati ada Kristus adalah misionaris/ ULB. Jadi, di mana saja kita berada kita merupakan utusan/ duta kerajaan Allah.
Kelima poin di atas telah dituliskan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Mari kita lihat dan baca bersama!
Roma 10:13-14
“Sebab setiap orang yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” .
5. Ajakan Rohani
Jangan tunda untuk taat. Jiwa-jiwa sedang menanti kabar baik. Jangan takut kekurangan, sebab Tuhan yang memanggil juga yang memperlengkapi (Ibrani 13:20-21).
TERGERAK & BERGERAK, π«πΎπ΄πͺπ·
TERGERAK & TERGELETAK.
Jangan hanya TERGERAK dan setelah itu terdiam/ tertidur, tetapi mari sungguh-sungguh BERGERAK, segera melakukan apa yang sudah diperintahkan Bapa kepada kita melalui Yesus.
Misi adalah kehormatan, bukan beban. Misi adalah kesempatan ilahi, bukan paksaan. Setiap langkah dalam misi menjadikan kita rekan sekerja Allah (1 Korintus 3:9).
Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you have visited