Picture: Detik.com |
Mat 19:9 “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."
Pertanyaan tentang perceraian ini muncul saat beberapa orang Yahudi bertemu dengan Yesus lalu bertanya kepada-Nya. Karena pada zaman itu ada dua orang rabi di Israel yang memberikan pandangan yang berbeda dan pada prinsipnya mendukung perceraian. 1 Rabi Hilel “Bahwa perceraian itu boleh terjadi dengan suatu alasan tertentu”. Sedangkan 2 Rabi Shamai lebih ketat dan mengatakan “Bahwa perceraian hanya bisa dilakukan kecuali ada perziinahan”. Pada hal didalam Taurat sudah dikatakan bahwa Allah membenci perceraian, Maleakhi 2:16 FAYH “TUHAN, Allah orang Israel, telah berfirman bah Ia membenci perceraian dan orang-orang yang kejam terhadap istri mereka. Karena itu, kendalikanlah nafsuh berahimu-jangan ada di antara kamu yang menceraikan istrinya”. Dan peraturan ini sudah diketahui oleh semua orang Yahudi. Tetapi karena pengaruh kedua rabi di atas dengan pendapatnya masing-masing maka membuat bangsa Israel bingung dengan peraturan yang ada didalam Taurat.
Ketika Yesus mendengar pertanyaan ini Yesus tidak memberikan jawaban yang mendukung pendapat salah satu dari rabi diatas. Tetapi Yesus berkata bahwa standar penikahan harus dikembalikan kepada awalnya, yakni tidak ada perceraian dengan alasan apapun seperti awal mulanya, sebelum manusia jatuh dalam dosa, seoarang laki-laki akan pergi meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga mereka menjadi satu. Jadi apa yang sudah dipersatukan Allah tidak dapat dipisahkan oleh manusai, Kej 2:24, Mat 19:4-6.
Nah kita lihat konteks dalam Mat 19:9 ini, kata zinah yang pertama dalam firman ini dalam bahasa ibraninya adalah pornea yang berarti percabulan, sedangkan kata zinah keduanya “moikau” yang berarti berzinah. Pornea bisa diartikan atau ditafsirkan dalam tiga hal. 1 Pornea bisa berarti semua dosa percabulan yaitu, onani, pornografi, pelacuran, homoseksual, lesbian dan semua jenis dosa seksual. Dari sini kita bisa melihat apakah perceraian bisa dilakukan karena seorang suami onani atau nonton video porno? Jadi ini akan sangat sulit diterima, karena jika demikian tidak ada pernikahan yang utuh. Karena imajinasi seksual juga merupakan dosa percabulan. 2 Karena pornea juga termasuk semua dosa percabulan maka itu juga bisa dikatakan perzinahan, dimana kita melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang sudah menikah atau mempunyai ikantan pernikahan yang sah. Jika ini yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus, mengapa Ia tidak menggunakan kata “moikau” yang lebih tepat dan tidak bisa diartikan dengan tafsiran yang lain. Karena “moikau” berarti melakukan hubungan seksual dengan seseorang sudah menikah dan masih memiliki ikatan pernikahan yang sah. Jadi yang kedua ini juga tidak logis. 3 Pornea juga mempunyai arti hubungan seksual dengan pasangan yang belum menikah atau. Jika ini terjadi, maka orang tersebut melakukan dosa pornea. Mungkin ini yang dimaksudkan oleh Yesus mengenai pornea tersebut. Karena dalam adat istiadat orang Yahudi ada dua macam sebutan “suami-istri” yaitu yang sudah menikah secara sah dan yang masih bertunangan bisa mereka sebut sebagai pasangan suami-istri tetapi mereka belum dapat melakukan hubungan seksual. Contohnya Yusuf dan Maria, Yusuf dan Marria masih bertungan tetapi dalam Alkitab ditulis sebagai suami istri. Maka pada saat Yusuf mengetahui bahwa Maria mengandung ia diam-diam berpikir untuk menceraikan Maria. Pada hal saat itu Yusuf belum menikahi Maria sebagai istri yang sah, karena saat itu masih bertunangan. Bagaimana seorang suami mau menceraikan istrinya jika mereka belum menikah? Tetapi inilah tradisi orang Yahudi. Nah mungkin ini yang dimasudkan oleh Yesus tentang perceraian, dalam Mat 19:9. Jadi hanya bisa bercerai kalau masih tunangan dan belum dipersatukan dalam ikatan pernikahan yang kudus atau suatu perjanjian pernikahan yang sakral didalam Kristus. (Eddy Leo)
Muncul lagi pertanyaan mengapa Musa mengijinkan adanya perceraian? Dan jawaban Yesus dengan sangat luar biasa “itu karena ketegaran hatimu atau dengan kata lain karena keras kepalamu dan keinginan nafsumu yang membuat kamu menginginkan perceraian tersebut.
Jadi sebagai anak Tuhan yang sudah dilahirkan kembali didalam Kristus Yesus, pernikan tidak dapat dipisahkan oleh alasan apapun. Secara pribadi saya ingat akan setiap janji pernikan saya “Oleh anugerah dan kasih sayang Bapa surgawi, hari ini tanggal, bulan dan tahun dihadapan Tuhan, pemimpin dan jemaat, saya … (nama mempelai pria) mengambil ... (nama mempelai wanita) sebagai istri saya yang sah dan satu-satunya. Saya akan menjadi imam dan menjadi suami yang melindungi isrti saya dan menyayangi istri (nama mempelai wanita) dengan kasih kristus, serta menjadi bapak yang baik dan yang bertanggungjawab untuk setiap anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada kita. Janji ini akan saya lakukan baik dalam suka maupun duka, sehat maupun sakit, kaya maupun miskin dan dalam keadaan apapun sampai maut memisahkan kita berdua’. Dari janji ini kita bisa melihat bahwa sebagai seorang kristen yang lahir baru tidak ada kata cerai atau pisah ranjang dengan alasan apapun. Jika benar perceraian diizinkan oleh Yesus karena perzinahan, kita dapat menambahkan dalam janji nikah kita, bahwa kita akan berpisah atau bercerai jika diantara kita ada yang berzinah.
Janji pernikahan kristen berbeda dengan janji nikah agama lain. Karena janji pernikahan kristen adalah perjanjian atas dasar kasih Kristus, dimana setiap pernikahan harus dibangun di atas dasar Kristus atau Kristus sebagai dasar dalam pernikahan tersebut.
Persoalan yang kita hadapi dalam pernikahan atau rumah tangga adalah hal yang biasa dan mungkin itu diijinkan Tuhan supaya kita selalu melibatkan-Nya dalam setiap proses kehidupan rumah tangga kita dan dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam hubungan rumah tangga atau keluarga kita harus mempraktekan kasih Kristus dalam hal saling mengasihi, saling mengampuni, saling menerima dan dalam segala hal. Di sinilah, kita butuh kasih karunia Tuhan setiap saat dalam membangun hubungan suami-istri serta membutuhkan bimbingan dan hikmat Tuhan dalam membangung rumah tangga.
By: James Deogens Nenobais
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you have visited